Bismillahirrahmanirrahim
TINJAUAN TEORITIS
2.1
ANATOMI SISTEM HEMATOLOGI
Sistem
hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum
tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume darah
sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah
terdiri dari atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut.
1.
Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar
terdiri atas air, elektrolit,dan protein darah.
2.
Butir- butir darah (blood corpuscles), yang terdiri
dari komponen-komponen berikut ini.
Eritrosit : sel darah merah (SDM- red blood cell)
Leukosit : sel darah putih (SDP- white blood cell)
Trombosit : butir pembeku darah – platelet.
2.2
STRUKTUR DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH
Pada keadaan normal, darah manusia mengandung 4000 - 11.000 sel darah putih
per mikroliter. Dari jumlah tersebut, jumlah tersebut, jumlah sel terbanyak adalah granulosit (leukosit polimorfonukleus,
PMN). Sel granulosit muda memiliki inti berbentuk seperti kuda, yang akan
berubah menjadi multilobular dengan bertambahnya umur sel. Sebagian besar sel
tersebut mengandung granula neutrofilik (neutrofil),
namun sebagian kecil mengandung granula yang dapat diwarnai dengan zat warna
asam (eosinofil), dan sebagian lagi mengandung granula basofilik (basofil). Dua jenis sel yang lazim
ditemukan dalam darah tepi adalah limfosit,
yang memiliki inti bulat besar dan sitoplasma sedikit, dan monosit, yang mengandung banyak sitoplasma tak berglanula dan
mempunyai inti yang berbentuk ginjal. Kerja sama sel tersebut menyebabkan tubuh
memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap bebagai tumor, infeksi virus,
bakteri, dan parasit (Ganong,2008).
Fungsi Sel Darah Putih adalah sebagai
serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke
dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya di dalam limpa
dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut/ membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di dalam
pembuluh darah juga terdapat di seluruh
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka
jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal
ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe,
sekarang beredar dalam darah untuk
mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit
dalam darah melebihi 11.000/mm3 disebut leukositosis
dan kurang dari 4000mm3 disebut leukopenia.
Macam-macam
leukosit secara jelas meliputi :
1.
Agranulosit. Sel leukosit yang tidak mempunyai granula
di dalamnya, yang terdiri dari:
a.
Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan
RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan ada yang kecil, di dalam
sitoplasmanya terdapat granula dan intinya besar, banyaknya 20%-25% dan
fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
b.
Monosit. Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar
dari limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%. Di bawah mikroskop
terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu mempunyai
bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang, warnanya
lembayung muda.
2. Granulosit
disebut juga leukosit granular terdiri
dari :
a.
Neutrofil
atau polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-kadang seperti
terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya
60%-70%.
b.
Eusinofil.
Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar , banyaknya 24%.
c.
Basofil,
sel ini kecil dari eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di
dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya setengah bagian
sumsum merah, fungsinya tidak diketahui (Syaifuddin,2006).
2.3
LEUKEMIA
1.
DEFINISI
Leukemia
mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah
penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
hematopoietik (Price, 1994).
Leukemia
adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah, sumsum
tulang, dan jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998).
Leukemia
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
(sel muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram, 1998).
Leukemia
merupakan proliferatif neoplastik dari perkusor sel darah putih, yang
menyebabkan penggantian difus sumsum tulang normal oleh sel leukemia dengan
akumulasi sel abnormal pada darah tepi dan infiltrasi organ misalnya hati,
limpa, kelenjar limfe, meningen, dan gonad oleh sel leukemi (Underwood, 1999).
Leukemia
adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di
hati,limpa dan nodus limfatikus dan invasi organ nonhematologis, seperti
meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit (Smeltzer, 2001).
Leukemia
adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami pembelahan yang
berulang-ulang.penyakit ini semacam kanker yang menyerang sel-sel darah putih.
Akibatnya fungsi sel darah putih terganggu, bahkan sel-sel darah merah dapat
terdesak karena pertumbuhan yang berlebihan ini jumlah sel darah merah menurun
(Irianto,2004).
Leukemia
(kangker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai pertambahan jumlah sel
darah putih (leukosit). Pertambahan
ini sangat cepat dan tak terkendali serta bentuk sel- sel darah putihnya tidak
normal (Yatim, 2003).
Leukemia
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
dari sel darah putih (Handayani, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia adalah suatu penyakit
sistem hematologi yang ditandai dengan proliferasi yang berlebihan dan tidak
normal pada sel darah putih yang mengakibatkan fungsi sel darah putih
terganggu.
2.4
KLASIFIKASI LEUKEMIA
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1.
Maturitas
sel :
Akut
(sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)
Kronis
(lebih banyak sel dewasa)
2.
Tipe-tipe
sel asal
Mielositik
(Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)
Limfositik
(limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer.
Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk
empat tipe utama leukemia :
1.
LEUKEMIA MIELOGENUS AKUT (LMA)
Leukemia
Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga disebut
leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil,
eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan
dari mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi.
2. LEUKEMIA MIELOGENUS KRONIS (LMK)
Leukemia
Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau leukemia
granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem mieloid.
Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom
Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK jarang menyerang
individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan
usia.
Gambaran
menonjol adalah :
-
adanya
kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom abnormal yang
ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
-
Krisis
Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah besar
mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA. Kematian sering
terjadi dalam beberapa bulan saat sel – sel leukemia menjadi resisten terhadap
kemoterapi selama krisis blast.
3.
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia
Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas.
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun ,
LLA jarang terjadi.
4.
LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung
merupakan kelainan ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50 sampai
70 tahun. Negara-negara barat melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang
umum terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit
yang baik (mudah dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi
Leukemia Akut Menurut
French-American-British (FAB)
Leukemia Limfositik Akut
L-1 pada
masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2 Leukemia
limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel heterogen
L-3 Limfoma
Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel homogen.
|
Leukemia Mieloblastik Akut
M-1 Diferensiasi
granulositik tanpa pematangan
M-2 Diferensiasi
granulositik disertai pematangan menjadi stadium promielositik
M-3 Diferensiasi granulositik
disertai promielosit hipergranular yang dikaitkan dengan pembekuan intra
vaskular tersebar (Disseminated
intravascular coagulation).
M-4 Leukemia mielomonositik
akut: kedua garis sel granulosit dan monosit.
M-5a Leukemia monositik akut :
kurang berdiferesiasi
M-5b Leukemia monositik akut :
berdiferensiasi baik
M-6 Eritroblast predominan
disertai diseritropoiesis berat
M-7 Leukemia megakariositik.
|
2.5 ETIOLOGI
Penyebab
leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan bukan penyebab tunggal
tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain :
Terinfeksi
virus. Agen virus sudah lama diidentifikasi sebagai penyebab leukemia pada
hewan. Pada tahun 1980, diisolasi virus HTLV-1 dari leukemia sel T manusia pada
limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak saat itu diisolasi dari
sampel serum penderita leukemia sel T.
Faktor
Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya
memainkan peranan , namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi
leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan
insidensi yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik).
Kelainan
Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down,
kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat.
Faktor
lingkungan.
-
Radiasi.
Kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia yang timbul
bertahun-tahun kemudian.
-
Zat
Kimia. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen antineoplastik dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat khususnya
agen-agen alkil. Kemungkinan leukemia meningkat pada penderita yang diobati
baik dengan radiasi maupun kemoterapi.
2.6 PATOFISIOLOGI
Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan masuk ke dalam tubuh
manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu tidak sama
dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut ditolaknya seperti pada
benda asing lain. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari
berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di
permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan ). Oleh WHO terhadap
antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte Lucos A).
Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga adanya
peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat
sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang
disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu
sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang
sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang
dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan
sel darah normal.
Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk
hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel
leukemia dan mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone
marrow failure, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan
organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan
hiperkatabolik.
2.8 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang khas leukemia secara umum :
Pucat
Panas
Splenomegali
Hepatomegali
Limfadenopati
Perdarahan
dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
Gejala yang tidak khas
Sakit/
nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
Lesi
purpura pada kulit
Efusi
pleura
kejang
Leukemia Mielogenus Akut
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi
akibat berkurangnya produksi sel darah normal.
Peka
terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
Kelelahan
dan kelemahan terjadi karena anemia
Kecendrungan
perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah trombosit.
Proliferase
sel lukemi dalam organ mengakibatkan
berbagai gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limfa; sakit kepala
atau muntah akibat leukemi meningeal (sering terjadi pada leukemia limfositik);
dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang belakang.
Leukemia Mielogenus Kronis
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan gejalanya
lebih ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala selama
bertahun-tahun.
Terdapat
peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
Limpa
sering membesar.
Leukemia Limfositik Akut
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menggangu perkembangan sel normal. Akibatnya:
Hematopoesis
normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit, sel darah merah, dan
trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya
dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi
infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada LLA daripada
jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
-
Nyeri
karena pembesaran hati dan limpa
-
Sakit
kepala
-
Muntah
karena keterlibatan meninges, dan
-
Nyeri
tulang.
Leukemia Limfositik Kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada saat
penanganan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin
terjadi adanya :
Anemia
Infeksi
Pembesaran
nodus limfe dan organ abdominal
Jumlah
eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
Terjadi
penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan
penyabab utama kematian. Pembentukan
batu ginjal, anemia dan masalah gastroentestinal merupakan komplikasi lain.
Risiko
perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit (trombositopenia).
Angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekia
(bintik perdarahan kemerahan atau
keabuan sebesar ujung jarum di permukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami
perdarahan berat jika jumah trombositnya turun sampai di bawah 20.000/mm3
darah. Dengan alasan tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan
kemungkinan perdarahan.
Karena
kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam
infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai dengan derajat
netropenia, sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat
mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imum mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran
sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi akan meningkatkan
kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu ginjal dan
kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah
kristalisasi asam urat dan pembentukan batu.
Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat
infiltrasi leukosit abnormal ke oran abdominal selain akibat toksisitas obat
kemoterapi. Sering terjadi
anoreksia, mual, muntah, diare, dan lesi mukosa mulut.
2.10 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Pemeriksaan laboratorium
Gejala yang terlihat
pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa pansitopenia,
limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi menoton dan
terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gajala
patognomik untuk leukemia.kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat
, hipogamaglobinea. Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
menoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik patologis sedangkan sistem
lain terdesak (aplasia sekunder). Pada LMA selain gambaran yang menoton, terlihat
pula adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sel tua
(segmen) dan sangat kurang bentuk pematangan sel yang berada di antaranya
(promielosit, mielosit, metamielosit dan sel batang).
b.
Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES,
granulosit, dan pulp cell.
c.
Pungsi Sumsum Tulang
Pungsi
sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang, yang
bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen
untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa
sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya
digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum tulang adalah spina iliaka posterior
superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior (SIAS), sternum
di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih
dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.
d.
Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel
patologis dan protein,berarti suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat
terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi maupun
keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara intratekal
secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang menunjukkan gejala
tekanan intrakranial meninggi.
e.
Sitogenik
Pada kasus LMK
70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelpia
atau Ph 1). 50-70% dari pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:
Kelainan
jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n+a).
Kariotip
yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid.
Bertambah
atau hilangnya bagian kromosom (partial
depletion).
Terdapatnya
marker chromosome yaitu elemen yang
secara morfologis bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sengat
besar sampai yang sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang
ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa
limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang
dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.
2.11 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN
PENUNJANG
a. Penetalaksanaan Medis
Transfusi
darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila
terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin
Kortikosteroid
(prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
Sitostatika.
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya
sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian
obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia (botak),
stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit
kurang dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati.
Infeksi
sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama/
steril).
Imunoterapi,
merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan).
Cara pengobatan berbeda-beda pada
setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prnsipnya sama, yaitu dengan
pola dasar :
1.
Induksi. Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai
obat tersebut sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
2.
Konsolidasi.
Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3.
Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama.
Biasanya dengan memberikan
sitostatika setengah dosis biasa.
4.
Reinduksi. Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14
hari.
5.
Mencegah
terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal
dan radiasi kranial.
6.
Pengobatan
imunologik.
b. Penatalaksanaan
Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang
menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan psikososial
harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara
bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak
hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat
peka perasaannya jika mengetahui penyakit anaknya atau keluarganya.
Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari
menyikat gigi terlalu keras, karena bulu sikat gigi dapat mencederai gusi.
Menyarankan klien supaya berhati-hati ketika berjalan di lantai yang licin
seperti kamar mandi agar tidak jatuh. Memberikan klien dan keluarganya
pendidikan kesehatan bagaimana cara mengatasi perdarahan hidung, misalnya
dibendung dengan kapas atau perban, posisi kepala menengadah.
Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan
diri, seperti mencuci tangan, mandi 3x sehari. Menganjurkan keluarga klien
untuk menjaga keersihan diri mereka, membatasi jumlah pengunjung karena
dikhawatirkan dapat menularkan penyaki-penyakit seperti flu dan batuk.
Menciptakan lingkungan yang bersih dan jika perlu pertahankan tehnik isolasi.
2.12
PROSES KEPERAWATAN Pasien Leukemia
a.
Pengkajian
1.
Riwayat
pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada dosis besar radiasi, riwayat infeksi virus, genetik
dan penyakit herediter.
2.
Pemeriksaan
fisik dapat menunjukkan manifestasi :
Pembesaran
sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya menekan fungsi sumsum
tulang, sehingga menyebabkan beberapa gejala di bawah ini:
Sakit
kepala
Infeksi
Pemeriksaan
darah menunjukkan perubahan sel darah putih
Anemia
® penurunan berat badan, kelemahan dan kelelahan, pucat, malaise, muntah dan anoreksia.
Trombositopenia
(jumlah trombosit rendah) ® Petekia, Ekimosis, mudah memar,
Kencenderungan perdarahan (pada gusi)
Netropenia
® Demam, berkeringat pada malam hari.
3. Infiltrasi organ lain dengan
sel-sel leukemia yang menyebabkan beberapa gejala seperti :
Hepatomegali
Splenomegali
Limfadenopati
Nyri
tulang dan sendi
Hipertrofi
gusi.
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1.
Nyeri b.d infiltrasi leukosit ke jaringan
sistemik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien nyeri akan
berkurang.
Kriteria Hasil :
Menyatakan
nyeri berkurang dengan indikator 1-3 (tidak ada, ringan, sedang )
Ekspresi wajah tenang.
Tidak
ada petunjuk non verbal tentang nyeri
HR
60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg.
Menerima
medikasi nyeri sesuai yang diresepkan
Mengambil
peran aktif dalam pemberian analgetik.
Skala nyeri 1-3 (tidak
ada, ringan, sedang )
Intervensi Keperawatan
:
1. Kaji karakteristik nyeri : lokasi,
kualitas, frekuensi, dan durasi.
Rasional
: Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan mengevaluasi
intervensi.
2. Berikan terapi analgetik sesuai dengan
instruksi dokter. Lakukan penilaian respon pasien terhadap pemberian analgetik
Rasional
: analgetik merupakan agen farmakologi yang berfungsi mengurangi rasa nyeri,
analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan secara dini pada siklus
nyeri, respon pasien memberikan informasi tambahan tentang nyeri klien.
3. Berikan dukungan emosional dan
menentramkan kekuatiaran pasien.
Rasional
: mengurangi ketakutan dan ansietas akibat penyakit yang di derita. Ketakutan dan ansietas akan meningkatkan
persepsi nyeri.
4. Gunakan metode distraksi seperti
relaksasi, teknik pernapsan dalam, mendengarkan musik, dan imajinasi.
Raional : teknik pengalihan perhatian atau distraksi dapat membuat mengurangi nyeri yang dirasakan pasien karena
pasien tidak fokus terhadap nyeri yang dialaminya.
2.
Resiko infeksi b.d menurunnya daya tahan
tubuh yang berkaitan dengan neutropenia/ menurunnya sistem imun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan terbebas dari gejala infeksi.
Kriteria Hasil:
Faktor
resiko akan hilang ditunjukkan dengan status imun pasien
Pasien
menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator berikut ini
(antara 1-3: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,).
Mengindikasi
status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imum dalam batas
normal.
Menunjukkan
higiene pribadi yang adekuat.
Leukosit 4000 - 11.000/mL, Neutrofil : 150-300/mL
36-37oC
Intervensi
Keperawatan :
1.
Pantau
tanda / gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung, pembuangan,
penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan
dan malaise, nilai leukosit).
Rasional
: memberikan dasar untuk mengkaji perubahan jika terjadi kemungkinan infeksi
2.
Kaji
faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya: usia lanjut, tanggap imun
rendah, malnutrisi).
Rasional
: untuk menentukan intervensi
selanjutnya
3.
Instruksikan
untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi baik pada
pasien maupun keluarga.
Rasional : higiene pribadi dapat
melindungi tubuh untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.
4.
Berikan
terapi antibiotik bila diperlukan sesuai dengan instruksi dokter.
Rasional
: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
5.
Pertahankan
teknik isolasi, bila diperlukan.
Rasional
: ruangan yang terisolasi dapat meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber
infeksi.
6.
Lindungi
pasien dari kontaminasi silang dengan tidak menugaskan perawat yang sama untuk
setiap pasien infeksi dan memisahkan pasien infeksi dalam kamar yang berbeda.
Rasional
: kontaminasi silang dapat memperbesar resiko infeksi pada klien.
3.
Intoleransi aktivitas : kelemahan secara menyeluruh akibat anemia.
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan pada klien, terjadi peningkatan
toleransi aktifitas.
Kriteria
Hasil:
Mentolenrasi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan
dengan daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri : Aktivitas Kehidupan
Sehari-hari (AKSI).
Menunjukkan penghematan energi, ditandai dengan
indikator 1-5 (tidak sama sekali, ringan, sedang, berat, atau sangat
berat), menyadari keterbatasan energi,
menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang
kebutuhan oksigen, pengobatan, dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan
toleransi terhadap aktivitas.
Istirahat jika mengalami keletihan
Melaporkan tingkat keletihan
Hb :
13-16gr/dL (laki-laki), Hb : 12-14gr/dL (perempuan)
Ht : lk = 40-58%
Perempuan = 37-43%
ERITROSIT : Lk = 4,6-6,2 jt/mm3
Perempuan = 4,2-5,4 jt/mm3
HR
60-100x/mnt, RR 16-24x/mnt, TD 120/80mmHg, S :36-37oC
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji
Tanda-tanda Vital serta pantau respons kardiorespirasi terhadap aktivitas
(misalnya, takikardia, disaritmia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan,
hemodinamik, dan frekuensi respirasi) pasien dan kadar Hb dalam darah.
Rasional : memberikan dasar untuk menentukan
intervensi serta tingkat kemampuan klien
2. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional
: menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
3. Berikan lingkungan tenang dan perlu
istirahat tanpa gangguan.
Rasional
: menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan
jaringan.
4. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan
keadekuatan sumber-sumber energi serta berikan masukan protein dan kalori yang
adekuat.
Rasional : nutrisi kalori dan proten yang cukup
dapat membantu mengembalikan energi yang hilang dan meningkatkan toleransi
aktivitas.
5. Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik
menajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Rasional
: pengaturan aktivitas dan menejemen waktu dapat mengatur penggunaan energi
sehingga dapat mencegah kelelahan.
4.
Resiko cedera : perdarahan b.d
trombositopenia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan pada klien, menunjukkan resiko cedera menurun.
Kriteria Hasil:
Menunjukkan
pengendalian resiko dibuktikan dengan indikator ini 1-3 (tidak pernah, jarang,
kadang-kadang).
Menghidari
cedera fisik.
Mempersiapkan
lingkungan yang aman (misalnya, meniadakan ketidakteraturan dan tumpahan,
penempatan pegangan tangan, penggunaan tikar karet, serta pegangan tangan di
kamar mandi).
Tanda-tanda
pendarahan berkurang. Ekimosis tidak ada/berkurang,
peteki tidak ada, epistaksis tidak ada
atau jarang.
Trombosit : 150.000-450.000/mL
Intervensi
Keperawatan :
1.
Gunakan
semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi pasien dengan adanya anemia.
2.
Laporkan
setiap tanda-tanda perdarahan serta pantau kadar trombosit dalamdarah (tekanan
darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
3.
Gunakan
jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
4.
Ajarkan
keluarga dan pasien yang untuk mengontrol perdarahan hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.
5.
Menggunakan
sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan pada gusi.
Rasional : untuk mencegah perdarahan pada gusi.
6.
Hindari
obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
5.
Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan,
fungsi dan peran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan pada klien,maka citra tubuh an harga diri klien dapat diperbaiki.
Kriteria Hasil:
Harga
diri yang positif
Menunjukkan
citra tubuh, ditandai dengan indikator kekonsistenan 5 (positif).
Kongruen
antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh.
Kepuasan
terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Mempertahankan
peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan, mengungkapkan perasaan dan reaksi
terhadap kehilangan, ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
Intervensi
Keperawatan :
1.
Kaji
perasaan pasien tentang gambaran dan tingkat harga diri.
Rasional : Memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
2.
Berikan
motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dalam aktivitas dan
pembuatan keputusan.
Rasional : memberikan motivasi memungkinkan kontrol kontinu terdapat kejadian
dandiri klien
3.
Berikan
dukungan pada klien untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
Rasional : mengidentifikasi kekhawatiran merupakan satu
tahapan penting dalam mengatasinya.
4.
Bantu
klien dalam perawatan diri ketika keletihan
Rasional : kesejahteraan fisik meningkatkan harga diri.
5.
Berikan
motivasi kepada klien dan pasangannya ataupun keluarga untuk saling berbagi
kekhawatiran mengenai perubahan fungsi seksual
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kekhawatirannya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, Pedoman
Diagnosis dan Terapi lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam 1994. Surabaya : Tim Dokter
RSUD dr.Sutomo
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo, Surabaya
Leather,
Helen L. and Betsy Bickert Poon, in Acute Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach,
seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York
Pick,
Amy M., Marcel Devetten, and Timothy R. McGuire, in Chronic Leukimias, Dipiro,
J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds),
2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New
York
Robbins
dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Simon,
Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia,
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
Underwood,
J. C. E.,1999, Patologi Umum dan
Sistemik.VOL.1. Ed. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Widmann.F.K, 1992,
Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar