Bismillahirrahmanirrahim
2.1.1 Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat
dari gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih
rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan
ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara
satu sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai
globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel
menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel.
Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia.
Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut
sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan
rantai globin normal secara struktural dan juga
karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin
tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang
tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak
diproduksi sama sekali (complete absence).
Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya
dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β°
menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali.
Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya
deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel
darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia
yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal
ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya
gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin.
Namun hal ini tidak terjadi pada silent
carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah
berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2)
biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ
oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan
rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α,
diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi
rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi
Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan
digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi
di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal,
dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah
merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan
bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari
rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada
thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau
anemia Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya
substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat
kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah
merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu
mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang
sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk
membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua
pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer dengan
Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau
mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk,
tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb
memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya
berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda
dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α)
berkombinasi dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2)
dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).
Selanjutnya, ketika
rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai ε
(α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2
dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb
fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.
Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah
ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari
produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe thalassemia.
Pada thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb
tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan
berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada
sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai
γ pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa.
Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk
homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb
seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar pada
dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan
tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah
bersifat tidak larut (insoluble),
terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan
kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan
terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai
tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai
yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis
maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan
thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan
produksi dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α
yang berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan.
Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi
gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk
membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap
anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada
penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan
afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan
anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi
luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat
dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat,
berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari
penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di
limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia
yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan
menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan
transfusi darah secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat
eritropoesis inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula.
Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih merugikan pasien.
Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi
diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada
penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan
peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation
dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin, regulator
utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini
terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif
dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga
penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron
overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat
meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita
thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut
dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus
berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja
hormon lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit
dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus.
Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin.
Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang
memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai
dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai
contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi
darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita
yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki
jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan
kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya
karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan
terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati,
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).